Rabu, 31 Oktober 2012

Sesesat Kilat

Hal yang paling tidak boleh dilakukan oleh seorang pemimpin adalah panik, apalagi jika panik hinggap kala kita diminta untuk membuat keputusan secepat kilat. Hal ini pun seringkali masih saya rasakan ketika diberikan amanah untuk memimpin sebuah acara pelatihan.

Ketidaksibukkan saya selain mencoba berbagi "guyu" adalah bergabung menjadi associate lead fasilitator di beberapa konsultan pengembangan diri. Tugas saya selain harus memfasilitasi peserta juga harus mampu mengkoordinasikan antara kegiatan pelatihan, peserta, trainer, dan para fasilitator lainnya, dan alhamdulillah, sebagai lead fasilitator seringkali saya bekerja tidak optimal. 

Ketidakoptimalan performa saya bisa disebabkan oleh banyak hal: kurang pengalaman, kurang sehat, atau yang lebih sering dan bahkan membuat fatal adalah panik. Pernah saya diberikan amanah memimpin sebuah pelatihan besar di Bogor. Kala itu, selain karena minim pengalaman dan kondisi badan yang kurang fit,  panik menyebabkan saya tidak mampu memberikan performa terbaik. Hingga suatu ketika disuatu sesi pelatihan kepanikan saya membuncah. Saya diminta melakukan penyesuaian mendadak dan memberikan keputusan cepat, bahkan bila mampu harus secepat kilat. Saat itu dalam pikiran saya adalah keputusan...keputusan...keputusan...!!!

Melihat kondisi pelatihan yang semakin kurang kondusif, sayapun segera memberikan perintah kepada rekan tim fasilitator lainnya, dengan instruksi yang arogan, tidak jelas dan dalam kondisi panik. Seketika tim langsung kebingungan, para peserta pun teraniaya merasa terbaikan. Beruntung saat itu ada sosok bijak tersenyum, menenangkan, dan mencoba menganalisa apa yang sedang terjadi. Orang tersebut biasa saya sapa dengan Ayahanda Sjaiful Hamdi Naumin, Master Trainer yang akan mengisi sesi pelatihan saat itu.

Beliau bertutur "Aep, tahukah aep seperti apa pemimpin yang baik? yaitu pemimpin yang tidak panik. Karena coba aep lihat, saat aep sebagai pimpinan panik, apa yang terjadi dengan bawahan aep? lebih panik kan?". Ayahanda melanjutkan "Pemimpin yang panik akan menganiaya orang yang dia pimpin. Makanya, coba ketika ada masalah, Aep tuma'ninah. Diam sejenak, tarik nafas, pahami masalah yang ada. Ketika dapat solusinya, jangan langsung diutarakan, namun pikirkan kelebihan dan kekurangannya. Baru kemudian jika yakin, segera sampaikan solusi tersebut"

"Aep, tuma'ninah mampu meredakan tekanan yang ada dan memberikan ruang perenungan untuk membuat solusi terbaik" Ayahanda Sjaiful tersenyum kemudian menepuk bahu saya. Saat itu jujur saya menahan tangis haru, mencium tangan lalu memeluk tubuh guru mulia tersebut.

Mari belajar, bahwa kilat selalu tampil di langit yang sedang kelam. Kilat memang mampu memberikan kilasan cahaya sesaat yang memukau, namun setelahnya akan menimbulkan gemuruh yang mampu memekakkan telinga hingga membuat orang lemas terkaget - kaget karenanya. 

Dalam sebuah tim membuat keputusan secepat kilat memang penting. Namun selain harus memudahkan pekerjaan tim, juga jangan sampai menganiaya orang lain. Penting membuat keputusan secepat kilat. Namun jangan sampai membuat keputusan yang sesesat kilat.

- aeplopyu [I Love U] -

Selasa, 30 Oktober 2012

Kantong Kenceng vs Kantong Kempes

Hari ini bersama-sama para Konselor Remaja dari LKC Dompet Dhuafa saya mempelajari hal yang menarik tentang komunikasi anak dan pelatihan aktif. Menurut saya inti dari kedua materi tersebut adalah komunikasi. Karena ternyata ilmu tentang bagaimana menyiapkan anak tangguh melalui komunikasi bisa diaplikasikan kedalam konteks pelatihan aktif.

Bukan bermaksud menyamakan peserta pelatihan seperti halnya anak-anak. Tapi bagaimana kita mengapresiasi kehadiran peserta patut kiranya mencontoh pola berkomunikasi dengan anak. Harus disadari bahwa setiap manusia, terutama anak-anak butuh untuk didengarkan, dinamakan, diterima, dimengerti, dan dihargai. Anak - anak adalah segalanya bagi kita. Kita berjuang banting tulang, bertaruh nyawa demi kebahagiaan mereka. Begitupun peserta pelatihan, mereka adalah segalanya bagi kita. Performa kita ditujukan demi kepuasan mereka, karena peserta adalah Raja.

Terkadang atas nama kepuasan, dalam mengasuh anak kita seringkali menerapkan pola Memerintah - Mengancam - Mencap. Padahal ketika kita bicara pada mereka sebenarnya kita sedang melakukan pengasuhan. Begitupun dalam pelatihan, seperti kata Bang Haji TERLALU jika masih ada yang memperlakukan peserta sembari marah - marah lalu memberi label buruk atau bahkan mengancam pelatihan dihentikan jika peserta tidak memperhatikan trainer. Padahal harus diingat siapapun ketika tercerabut harga dirinya, maka akan sulit baginya menerima kehadiran kita, apalagi pengasuhan (ilmu) yang coba kita berikan.

Jika harga diri diibaratkan dengan sebuah kantong. Maka orang yang memiliki harga diri terbaik bisa diibaratkan dengan kantong yang kenceng dan penuh, karena kristal - kristal positif seperti pujian, penerimaan, maupun penghargaan tetap berada di kantongnya, bahkan terus menerus kita tambahkan sehingga membuat orang yang memiliki harga diri tersebut mempercayai kita untuk terus membantunya percaya diri mendapatkan konsep hidup terbaiknya.

Berbeda jika kita terus menerapkan pola Memerintah - Mengancam - Mencap. Maka perlahan - lahan kita sudah mengambil kristal - kristal positif tersebut dan membuat kantong harga diri seseorang jadi semakin kempes. Ketika harga diri seseorang kempes maka ia semakin kurang percaya diri mengarungi gelora samudera kehidupan yang akan dilaluinya. Bahkan sulit mempercayai kita lagi sebagai orang yang membantunya memiliki konsep hidup terbaik.

Jadi mari membuat kantong - kantong harga diri yang kenceng dan penuh. Mari menerapkan pola komunikasi terbaik, "mengasuh" demi kepuasan MEREKA, bukan demi kepuasan SAYA.






Senin, 29 Oktober 2012

Malu Sama Ayam

Saya bisa dibilang sebagai orang yang work acholic sekalipun tubuh saya sudah tidak bisa mengimbangi keinginan saya untuk terus bekerja. Suatu kali saya bekerja hingga larut malam, mendesain bahan untuk pelatihan yang akan berlangsung empat hari lagi. Terus menerus tiap malam hingga hari H saya berusaha mereview apakah slide tersebut sudah layak laik apa belum. Kenapa malam hari saya tetap bekerja di rumah, karena siang harinya saya juga tetap bekerja di kantor orang.

H-1 sore harinya, ketika sedang asyik menonton teve tanpa sengaja darah mengalir keluar dari hidung saya. Melihat hal tersebut istri saya langsung menangis. Menghapus noda darah dari hidung, istri saya berkata "Popo, kan ubi sudah bilang jangan terlalu memaksakan diri bekerja sampai larut malam. Pikiran popo mungkin kuat, tapi fisiknya kan tidak".

"Ubi, popo hanya ingin memastikan, esok popo tidak akan menyesatkan orang melalui pelatihan yang akan popo berikan" jawab saya. "Iya, tapi kan bukan berarti popo harus menganiaya tubuh sendiri" jawab istri saya. "Memangnya popo ndak malu sama ayam?" sindir istri saya. "Sama ayam? maksudnya" tanya saya.

"Po, ayam saja tahu kapan waktu mencari rezeki. Bila malam menjelang ayam akan kembali ke kandangnya. Karena ayam menyadari kelemahan matanya yang akan tersakiti jika terkena udara malam maupun cahaya. Masih ada esok pagi untuk kembali ngorek-ngorek tanah cari makanan " istri saya berkisah.

"Popo tahu kelemahan tubuh popo, kenapa masih memaksakan. Coba pikirkan jika popo sakit bagaimana perasaan ubi, atau mereka yang mengharapkan kehadiran inspirasi popo? Menginspirasi, mengajar, dan membahagiakan orang lain memang penting. Tapi lebih penting memikirkan diri popo sendiri, juga ubi dan dedek bayi yang ada disini" kesah istri saya sembari mengelus-elus perut buncitnya.

Aduh berasa ditampar sayang "PLAKKK". Terima kasih ubi, berkarya menelusuri maisyah memang penting. Dengan catatan harus TAHU DIRI dan TAHU ATURAN. Biar ndak malu sama ayam.......

 - aeplopyu [I Love U] -


Minggu, 28 Oktober 2012

Belajar Dari Tahi Kotok

Sekilas bentuknya mungkin menyerupai pilinan es krim yang diletakkan diatas cone. Tapi Tahi Kotok tetaplah limbah kotoran ayam yang bahkan sebagian besar orang akan menghindarinya. Sebagaimana jika habis dikhitan biasanya orang tua akan berkata "Nak, jangan melangkahi tahi kotok. Nanti bengkak lho". Terlepas dari benar atau tidak hal tersebut, kita akan menghindari tahi kotok karena jijik lan jorok.

Seorang sahabat yang tiap hari mengolah empat ton tahi kotok, bahkan bercerita aroma kotoran ayam tersebut lebih memuakkan daripada telethong (tahi sapi). Makanya sedikit orang yang mau mengolah tahi kotok. Mungkin itu pula yang menyebabkan masyarakat sekitar menolak adanya peternakan ayam disekitar pemukiman mereka: bau, jorok,jijik, serta bisa jadi penyakit.

Diakui atau tidak, seringkali ketika melihat sekumpulan muda-mudi yang kerjaannya nongkrong, genjrang-genjreng main gitar tidak karuan, atau bahkan anak punk yang seringkali "merampok halus" di lampu merah, kita akan memperlakukannya sebagaimana tahi kotok. Bukankah mereka pemuda-pemudi harapan Indonesia? Hanya saja mereka salah asuhan, salah pergaulan, hingga akhirnya terjebak dalam galau yang berkepanjangan.

Sadarkah kita, yang namanya tahi kotok jika diolah dengan benar maka akan menjadi komoditas energi bio gas yang berharga. Bahkan ampasnya sekalipun masih bisa menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman rumah kita. Begitupun dengan muda-mudi yang seringkali kita cap sebagai tahi kotok itu tadi. Mereka pun akan menjelma menjadi jauh lebih bermanfaat buat masyarakat asalkan kita MAU. MAU merubah mindset pelabelan tahi kotok. MAU memungut mereka karena terus-terusan terabaikan membusuk di dasar lantai yang buruk. MAU mengolah mereka dengan telaten dan sabar.

Ketika kita sudah tidak merasa jorok terhadap tahi kotok. Menyadari tahi kotok merupakan investasi terbaik hari esok. Maka tahi kotok akan mampu memperbaiki semua yang bobrok.

Selamat Hari Sumpah Pemuda. Mari hargai pemuda-pemudi kita, siapapun dan apapun mereka.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Belajar Dari Kebohongan Anak

Tingkah pola anak kecil memang akan selalu membuat saya berdecak. Antara berdecak kagum atau berdecak marah. Ini pula yang baru saja saya alami  terhadap kedua adik saya.

Adik yang pertama, Aldan namanya, saat ini masih baru belajar di bangku sekolah menengah pertama. Sekalipun kurang peka terhadap kerapihan rumah, dan hal inilah yang seringkali membuat Ibu saya mencak-mencak marah, namun ternyata hari ini Aldan membuat kami di rumah jadi berdecak kagum karena berhasil meraih rangking pertama di kelasnya untuk tengah semester ini.

Adik saya yang kedua bernama Bayu, saat ini baru kelas satu sekolah dasar. Kecenderungan adik yang satu ini juga seringkali, bahkan wajib fardhu ain membuat kedua orang tuanya ngelus-ngelus dada dan berdecak marah karena kenakalannya. Nah hal unik dan lucu justru dilakukan oleh adik kedua saya ini.

Pasalnya, hari ini Bayu juga mendapatkan rapor hasil belajarnya. Namun, dikarenakan bapaknya harus bekerja dan ibunya sedang sakit di rumah, jadinya ia harus mengambil rapornya sendiri. Raport pun diterima dan Bayu bergegas pulang. Sebelum tiba di rumah, Bayu membuka rapornya dan mendapati angka empat di kolom nilai rapornya. Takut dimarahi oleh bapaknya, Bayu memutar otak untuk bisa memanipulasi nilai tersebut. Dikarenakan Bayu tidak memiliki pulpen, ia pun terpaksa menggunakan pensil satu-satunya mencoba merubah angka empat menjadi angka sembilan. Namun dikarenakan tulisannya yang kurang bagus, bukannya menjadi angka sembilan, justru angka empat berubah menjadi empat belas.

Sore harinya ia berikan rapor tersebut kepada Sang Bapak yang sudah pulang kerja. "Lho.. le, kok ini ada nilai yang ditulis pakai pensil?" tanya Sang Bapak. Dengan mudahnya Bayu menjawab "Iya pak, tadi pulpen Bu Guru habis". Sang Bapak mulai garuk-garuk kepala karena gelo (heran).

"Tapi le, nilainya kok empat belas?" tanya Sang Bapak lagi. Mengetahui kebohongannya hampir terbongkar, Bayu pun menjawab dengan polos "iya pak, Bayu dapat nilai paling bagus sekelas tuh. Ranking satunya aja nilainya sepuluh. Bayu dapat empat belas, keren kan...?"

Selain tertawa, ketika mendengar jawaban tersebut saya jadi berdecak kagum. Decak kagum saya bukan karena aksi manipulatif yang dilakukan Bayu, melainkan karena kemampuannya dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Sang Bapak pun malah tertawa geli dan mengapresiasi apa yang dilakukan anaknya sebagai sebuah langkah kreatif.

Apa yang dilakukan oleh adik saya tersebut memberikan saya pelajaran, bahwa dibalik setiap tingkah polah anak ada keindahan kreatifitasnya dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Begitupun dari Sang Bapak, bukannya memarahi prestasi buruk dan tindak manipulasi anaknya, justru mengapresiasi. Anak jangan dihakimi, namun harus diapresiasi.

Jumat, 26 Oktober 2012

Dialog Dua Hati

Saya: Ubi, popo bersyukur karena Allah berkenan menghadirkan wanita yang terjaga kesuciannya sepertimu, mampu menahan diri untuk tidak pacaran, hingga ayah datang memberi pancaran.

Saya: Ubi, popo bersyukur karena engkau bersedia menjadi pendamping hidup. Sekalipun usia kita terpaut jauh sepuluh tahun waktu.

Saya: Ubi, popo bersyukur karena engkau berkenan merendahkan hati menerima pinangan ayah. Meskipun engkau tahu secara medis ayah berpeluang meninggalkanmu terlebih dahulu.

Saya: Ubi, popo bersyukur mampu melihat senyum pengabdianmu. Sekalipun engkau lelah menimba ilmu dan merawat janin yang ada dalam rahimmu, namun engkau masih berbahagia ketika ayah pulang, lalu kita  beribadah bersama.

Saya: Ubi, popo selalu bersyukur karena engkau begitu 'nrimo terhadap ketiadaan segala hal atribut mewah dunia yang belum mampu ayah hadirkan untukmu.

Saya: Sungguh benar adanya bahwa kita memang pasangan ahli syurga. Popo akan selalu bersyukur atas turun hadir mu didalam kehidupanku. Begitupun Ubi, yang selalu bersabar atas nyelonongnya popo didalam kehidupanmu.

[menatap dalam, tersenyum, kemudian mengecup kening saya]
Istri: Popo, sungguh tersipu Ubi jadinya. Namun Ubi merasa tidak benar adanya dan tidak adil jadinya jika popo berkata seperti itu.

Istri: Popo, bukankah Allah tidak bermain dadu dalam penciptaan setiap kejadian di alam semesta. Tidak pula dengan pertemuan hati kita.

Istri: Ubi selalu bilang, sedih hati jika melihat dan mendengar popo merendahkan diri seperti itu. Karena, andai popo tahu, sesungguhnya Ubi pun selalu bersyukur setiap waktu.

[mendengar hal ini saya jadi tersanjung bahagia....]
Saya: Oh ya ? 

Istri: .................................

Saya: Benarkah? Benarkah Ubi selalu bersyukur setiap waktu? Sekalipun popo sudah nyelonong masuk dalam hidupmu sayang?

Istri: Iya Sayang. Ubi selalu bersyukur setiap waktu.

Istri: Bersyukur karena terus mampu bersabar terhadap popo......

Saya: Weleh.....

Kamis, 25 Oktober 2012

Qurban Behind The Scene

Saat itu sebenarnya aku sedang asyik menjelajah di padang rumput terluas di negeriku. Langit begitu indah, matahari pagi hari ini juga begitu bersahabat. Hari terbaik untuk menikmati semilir angin yang sejuk menerpa kulit. Ahhhh, entah mengapa aku merasa hari ini adalah hari terbaik sepanjang usiaku. Sampai-sampai aku berpikir pun jika Allah berkehendak ini sebagai hari terakhir untuk dinikmati, aku tak akan kecewa.

Di kejauhan sana, aku melihat panutanku Ibrahim Alaihi Salam, duduk tertekur seperti sedang memikirkan masalah pelik. Kebimbangan terlihat di wajah beliau. Aku pandangi wajah teduhnya dari kejauhan, perlahan beliau terlihat sedang berdoa begitu khusyuk bersimpuh diatas hamparan luas sajadah hijau. Tak lama beliau datang berjalan ke arahku, pun terlihat kegundahan hatinya sudah sirna.

Kembali aku menjelajahi padang rumput bersama sahabat-sahabatku, hingga akhirnya tubuh ini pun mulai terasa lelah. Aku pun akhirnya terlelap dalam hangat nyaman mentari saat itu. Entah kenapa tidur 'ku kali ini terasa begitu nyaman. Aku merasa dibuai awan, tubuhku begitu ringan, dan merasa sepertinya saat ini aku sedang terbang melintasi khayang.

Tiba-tiba aku terbangun diatas sebuah batu besar dan merasakan sedikit perih disekitar leher. Sekalipun aku mulai tersengal-sengal bernafas dan pandangan ini mulai memudar, namun aku tidak merasakan sakit sedikitpun. Yang ada justru aku merasa begitu hangat dan bahagia, melihat pemandangan yang begitu mulia saat ini. Sebuah pemandangan yang aku yakin, jika seluruh makhluk hidup di dunia akan menjadi iri dan cemburu padaku. Aku melihat panutanku Ibrahim Alaihi Salam sedang memeluk erat putranya Ismail Alaihi Salam dengan penuh cinta dan keharuan sembari melafalkan puja puji kepada Allah.

Akhirnya Izrail pun datang dan tersenyum kepadaku. Ia berkata Allah khusus memerintahkannya untuk menjemputku karena aku hewan Qurban pertama yang mati mulia, pengganti ketulusan hati dua manusia terbaik. Pengabdian Ibrahim Alaihi Salam serta kepatuhan Ismail Alaihi Salam kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Kini aku sedang menikmati hamparan hijau rumput di surga. Bersyukur mengetahui menjadi hewan yang mati syahid, dan berbahagia karena Allah berkenan memuliakan aku dan ras ku hingga kini.

-- wawancara imaginer Sang domba Qurban pertama --

Rabu, 24 Oktober 2012

Dilema Antasari

Sejujurnya aku juga bingung saat ini sedang berada dimana. Pertama kali tersadar setelah jatuh dari ketinggian, yang aku lihat hanya remang-remang semata. Aku coba menampar pipi "PLAKKK...", aww ternyata sakit, ini bukan mimpi.

Sejenak aku mencoba menyadarkan diri. Perlahan aku mulai mendapati gambaran seisi dunia. Dunia yang sempit sesak, dimana seisi penghuni asyik masyuk dengan aktivitasnya masing-masing. Di suatu sudut aku dapati Imam Bonjol sedang khusyuk berdoa. Perlahan aku menguping, "Tuhanku, berkahilah negeri ini...berkahilah negeri ini" sembari meneteskan air mata Imam Bonjol terus melantunkan lirih doanya.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar teriakan "Hei Imam Bonjol, berhentilah kau memohon sesuatu yang pengabulannya sangat lama" lantang pria berkumis mengacungkan golok kepada Imam Bonjol. "Daripada kau minta berkahilah..berkahilah.. Lebih baik ayo berkelahilah...berkelahilah..." cemooh pria tersebut.

Kini aku sadar dimana aku berada. Seisi dunia ini penuh sesak dengan pria bergolok. Berteriak-teriak menantang berkelahi satu sama lain. Ribuan pria bergolok tersebut seperti tak pernah lelah saling menyerang. Mengepung Soekarno Hatta yang berusaha menyatukan mereka. "Marilah kawan untuk apa mengacungkan senjata kepada saudara senegerimu. Mari bersatu, bersama-sama kita berjama'ah mengukir prestasi bagi kebaikan negeri" ajak Soekarno Hatta kepada ribuan pria bergolok tersebut.

Ternyata apa lacur, seorang Soekarno Hatta pun tak berkutik mendamaikan amarah para pria bergolok tersebut. Dan aku, yang baru saja berada di dunia ini menjadi dilema. Apa yang bisa aku lakukan seorang diri? Akhirnya, aku pun hanya mampu menghampiri Imam Bonjol. Duduk bersimpuh dan turut berdoa bersamanya. Berharap akan datang ribuan, bahkan jutaan sosok Soekarno Hatta yang akan menggantikan para pria bergolok. Menghentikan gejolak amarah, menghadirkan berkah, dengan menggiatkan sedekah. "berkahilah...berkahilah...negeri ini"
Aduhai manusia kirimkanlah kepada kami jutaan sosok Soekarno Hatta. Janganlah kalian kirimkan golok ke dunia kami. Karena itu hanya akan membuat kami sengsara. Andai kalian mengetahui...

- diary imaginer lembaran dua ribu rupiah - 

Selasa, 23 Oktober 2012

Cotton Bud Sang Guru Kehidupan

Dimasukkan ke lobang, dikilik-kilik, putar kanan putar kiri, akh... uenak tuwenan. Itulah sensasi manfaat yang diberikan cotton bud ketika digunakan untuk membersihkan telinga: nikmat dan membersihkan. Setelah diulik ternyata Tuhan memberikan pengetahuan kepada manusia untuk menciptakan cotton bud bukan sekedar menjadi alat pembersih kotoran telinga saja. Karena ternyata Cotton bud adalah salah satu dari sekian banyak guru kehidupan bagi siapapun yang mendedikasikan hidup membantu orang lain. Entah trainer, guru, ustadz, motivator, inspirator atau mungkin aligator sekalipun.

Cotton bud dibuat dari kapas putih: untuk membantu orang lain ternyata kita harus membuang kotoran hati dan pikiran, tidak menghakimi, rendah hati, terbuka. Sehingga ketika kita masuk kedalam kehidupan orang lain kita tidak akan menambah kotoran hidupnya dengan kotoran yang telah melekat pada diri kita sebelumnya.

Selain kapas, cotton bud juga butuh tangkai yang akan memudahkan kapas dalam membersihkan. Ternyata untuk membantu orang lain menemukan kehidupan terbaiknya kita tetap membutuhkan orang lain sebagai guru yang akan menegur bila kita salah, sehingga kita tidak akan buta ilmu dan buta nasehat yang akan membuat orang tersebut malah tersesat. Sebaik-baik manusia adalah yang terus membangun dirinya dari kritik dan saran dari orang lain.

Ketika menggunakan cotton bud kita harus hati-hati menggunakannya. Tidak memutarnya terlalu keras atau memasukkan seenaknya sendiri. Kita harus tahu waktu yang tepat kapan cotton bud digunakan, karena bila tidak tepat alih-alih membersihkan, telinga justru akan iritasi. Begitupun terhadap orang, jangan memaksakan diri kita untuk membantu bisa-bisa nanti malah orang tersebut merasa terganggu. Menggunakan cotton bud pun harus hati-hati biar kapas yang dilekati kotoran tidak tertinggal. Alih-alih membantu, jika kita terus memaksakan kehendak, bukannya permasalahan orang tersebut terselesaikan malah akan tertimbun masalah baru.

Terakhir, yang namanya kotoran ya harus dibuang. Usai menggunakan cotton bud ya harus dibuang, apalagi disimpan di saku pakaian. Selain membuat bau tak sedap juga akan menjadi sarang bakteri penyakit berkembang biak, telinga sehat malah tubuh bagian lain yang terserang sakit. Siapa pun anda yang berprofesi menjadi ladang curhat dan membantu memberikan solusi bagi orang lain. Usai menggali masalah, ya masalah tersebut harus dibuang jangan malah anda simpan. Nanti bisa stress, stress membuat penyakit berkembang dengan mudah.

Tuh kan, ternyata cotton bud  itu hidup. Karena ia memberikan manfaat. Sesuatu baik benda maupun mahkluk yang memberikan manfaat dapat disebut hidup dan segala yang hidup mampu menjadi guru kehidupan.

tenkyu cotton bud, and aeplopyu very mud :D

Minggu, 21 Oktober 2012

Tentang Sutikno

Pagi tadi saya bertemu dengan satu lagi guru kehidupan. Seorang pemuda bernama Kak AJ yang mendedikasikan diri melukis senyum bahagia anak yatim melalui keajaiban sulap. Sebenarnya jauh-jauh hari saya sudah sedikit jail kepada guru saya ini, tentunya dengan menggunakan teknik Sutikno. Lagi-lagi Sutikno, sebenarnya siapa sih Sutikno ini? Nah kali ini saya sepertinya harus memperkenalkan siapa sebenarnya Sutikno ini.

Sutikno adalah sahabat ketika saya sempat mengenyam pendidikan sekolah dasar di kampung. Parasnya tampan, tinggi, pintar, baik hati, rajin mengaji, gemar menabung, dan banyak digandrungi oleh teman-teman wanita di sekolah. Tapi bukan itu yang membuat saya seringkali menggunakan nama Sutikno dalam tiap kali keisengan saat pertama berkenalan.

Biasanya, setiap hari ketika pulang sekolah saya akan menemani nenek ke sawah. Tapi hari itu karena Pak Guru memberikan pekerjaan rumah yang cukup sulit, maka saya memutuskan untuk belajar ke rumah Sutikno dan tidak menemani nenek ke sawah. Seusai ganti baju saya pun beranjak menuju rumah Sutikno. Sore hari saya pun baru pulang.

Malam hari saya tidak mendapati nenek pulang. Pagi hari pun nenek belum pulang. Hari berganti hari,  nenek belum juga pulang. Hampir seminggu nenek menghilang saya pun jadi kebingungan. Hingga pada hari rabu esoknya, nenek sudah ditemukan terkubur di ladang tebu, dibunuh oleh adiknya sendiri hanya karena si pembunuh tersinggung oleh ucapan nenek.

Hingga saat ini saya menyadari, mungkin jika hari itu saya tidak pergi ke rumah Sutikno dan memilih ikut nenek ke ladang pasti saya juga akan menjadi korban pembunuhan keji sebagaimana yang dialami oleh nenek saya. Makanya secara tidak langsung sebenarnya Sutikno sudah menyelamatkan nyawa saya.

Saya memilih menggunakan nama Sutikno dalam tiap kali pertama berkenalan, bukan sekedar untuk menguji penerimaan seseorang terhadap sosok saya. Lagipula tidak sepenuhnya benar jika nama Sutikno identik dengan sosok pemuda ndeso yang yang bodoh, tidak seperti teman saya tersebut. Hingga hari ini bahkan sampai kapanpun saya akan tetap menggunakan nama Sutikno untuk mengingatkan tentang betapa harus bersyukurnya saya masih hidup hingga saat ini, meskipun sekaligus membuat sedih mengenang tragedi yang menimpa nenek terkasih.

nami kulo Sutikno and aeplopyu no :D

Sabtu, 20 Oktober 2012

Belajar Dari Bokong

Ketika berbelanja sayuran pagi tadi tanpa sengaja saya mendengar perbincangan para ibu. Topik perbincangannya cukup lucu bagi saya, jadinya sembari memilih sayuran saya mesam-mesem malu dibuatnya. Apa yang dibicarakan? terkait dengan bagian yang bisa dibilang eksotis dari tubuh kita: bokong.

Seorang ibu mengeluhkan pasca melahirkan bokongnya jadi kendur. Gayung bersambut ibu-ibu lain pun sama mengeluhkan kondisi bokong masing-masing yang menurut mereka sudah tidak seksi, yang menyebabkan suami mereka jadi kurang memberikan atensi. Lho...lho.. kok jadi menghujat bokong yah, padahal harusnya bokong dihargai bukan karena bentuknya, tapi karena manfaatnya.

Coba pikirkan andai tak ada bokong, bagian paling vital manusia selain otak dan jantung, yaitu tulang ekor, pasti akan rentan cedera. Bokong melindungi tulang ekor terhadap benturan yang dapat membuatnya trauma yang tentunya bahkan bisa merenggut hidup manusia. Andai bokong tidak ada pastinya manusia hanya bisa tengkurep seumur hidup. Jadi terlepas dari seperti apa bentuk bokong kita, apakah meleber, sak ebor, atau bahkan tepos. Bokong mampu menjadi penyelamat hidup. 

Tuh kan, ternyata dari bokong pun kita bisa memetik pelajaran kehidupan. Jika bokong saja mampu bermanfaat menjadi penyokong kehidupan. Bagaimana dengan kita, sudahkah bermanfaat bagi kehidupan?

Mari bersyukur dengan menebar manfaat seluas-luasnya

Jumat, 19 Oktober 2012

Istriku Engkaulah Kontraktor Hatiku

"kau terindah kan selalu terindah, aku bisa apa tanpa dirimu...... kau pemilik hatiku" [armada].

Hujan - hujan membonceng istri menunggang Jupi, mengarungi jalan raya bogor memenuhi ngidam istri demi semangkok mie. Aih.. melihatnya melahap itu mie, senangnya hati kontan jadi ingin bernyanyi. Tapi semakin saya bernyanyi kok jadi semakin berpikir, karena menyadari "seberapa besarpun cintaku padamu, istriku engkau hanyalah kontraktor hatiku".

"Lho kok kontraktor hati? ndak romantis banget ikh !" istri saya kontan nyeletuk. 
Nah, bagi anda yang sedang gandrung, mabok keyel - keyel karena asmara, lekaslah sadari bahwa sejatinya Sang Pemilik Hati hanyalah Tuhan yang menciptakan hati. Ciyuss? Myapa ?

Saya menggunakan istilah kontraktor hati karena memang sebenarnya istri hanya sekedar ngontrak di hati, sampai nanti ketika disuatu hari salah satu tiada karena menghadap Sang Pemilik sebenarnya. Kontraktor disini memiliki dua makna, pertama secara konotatif artinya orang yang menyewa kontrakan. kontrakan disini ya maksudnya hati, jiwa, tubuh, pikiran, pokoknya ya kesegalaan dan keutuhan hidup kita. Makanya harus memberikan perhatian dan pelayanan yang terbaik kepada yang sedang ngontrak di hati, yaitu istri.

Makna kedua, secara denotatif maka kontraktor memiliki fungsi membangun. Ingat pepatah lama "dibalik kesuksesan seorang pria, terdapat kemuliaan seorang wanita dibelakangnya". Selain Ibu kita, istri adalah penentu keberhasilan utama seorang pria. Tentunya dengan catatan sebagaimana yang dilakukan kontraktor dan kliennya, harus ada win - win solution. Bukan saling berlomba memenangkan ego dan kepuasan masing-masing.

Nah daripada salah kaprah karena dimabuk asmara, mendingan mulai hari ini diluruskan ikrar cintanya:
"kau terindah kan selalu terindah aku bisa apa tanpa dirimu........kau kontraktor hatiku". Semoga istri kita bahagia karena menjadi kontraktor hati.


aeplopyu istriku


Kamis, 18 Oktober 2012

Judge The Cover From It's Book

Setiap kali bergabung dengan komunitas baru saya memiliki kebiasaan unik dalam berkenalan. Ini saya maksudkan untuk mengetahui kadar penerimaan mereka terhadap orang baru seperti saya. Biasanya saya akan memperkenalkan diri dengan nama Sutikno. Dan bagi rekan-rekan komunitas yang berada pada generasi Y, nama Sutikno identik dengan "kampungan banget".

Ketika saya mengatakan "nama saya Sutikno" disertai dengan logat jawa kental, maka akan timbul berbagai ekspresi wajah yang menghakimi dan muncul 3 tipe manusia. Tipe pertama, yang langsung mengalihkan pandangan dan memilih untuk bergaul dengan orang lain, "ndak level gitu loh". Tipe kedua, yang sekilas bersalaman kemudian dengan nada yang berubah menjadi datar dan wajah berubah menjadi seperti ngenyek, "ndak penting banget nih orang" sekedar mendengar karena enggan bergerak menemui orang lain.

Tapi ada pula tipe ketiga, yang langsung tertawa dan ngomong "ikh...namanya lucu banget", "trus saya mesti manggil apa nih mas?". Jika saya sudah ditanya seperti ini maka saya akan menjawab "tikno, njalok ngetik opo wae tak gawekno" (minta ketik apa saja saya buatkan). Sahabat seperti inilah yang saya butuhkan, sekalipun saya terlihat bodoh dan kampungan, tapi orang-orang seperti ini mau menerima persahabatan. Tidak menghakimi dan tidak merendahkan.

Disangkal atau tidak orang-orang dengan tipe pertama dan kedua masih terdapat dan bahkan mendominasi di berbagai komunitas yang saya atau bahkan di komunitas yang mungkin anda ikuti. 
"Wah, ini kader potensial harus diutamakan", 
"Wah, ini dari keluarga terpandang, harus diutamakan", 
"Wah, dia mah digembleng berapa kalipun tetap saja ndak akan membuat image komunitas kita terangkat".

Wah..wah..dan berbagai wah itulah yang akhirnya mampu membunuh karakter seseorang. Orang disepelekan, dikucilkan, di non prioritaskan, padahal siapapun yang bergabung dalam komunitas harus mendapatkan prioritas yang sama. Bukankah siapapun yang kita temui memiliki kelebihan, bahkan dalam kekurangannya pun orang tersebut pastinya mampu menjadi guru kehidupan bagi kita.

Judge The Cover From It's Book. Jangan terlebih dulu menilai orang dari tampak luar, bukan pula melihat terlebih dulu potensi, melainkan kembangkanlah orang tersebut menjadi berprestasi. So stop menghakimi mari berkarya, karena semua orang pastinya berharga.


Asal Usul Nama

Saya bertanya pada Ibu tentang asal usul nama saya. Menariknya beliau menceritakannya melalui cerita, cara yang selalu saya sukai.

Alkisah, menjelang petang seorang penjual ranting kayu bergegas pulang. Saking tergesa-gesanya, sampai ia tidak hati-hati ketika menyusuri jembatan bambu yang menghubungkan antara hutan dengan kampung tempat ia tinggal. PLUNG !!! ternyata golok yang ia gunakan untuk menebang ranting, jatuh tercebur ke sungai yang ada dibawah jembatan.

“Hik..hik..hik... “ penjual ranting kayu tersebut menangis dan mengundang iba Sang Dewa penunggu sungai. Sang Dewa pun muncul bertanya “Hai manusia, mengapa engkau menangis?”.

“Dewa, golokku satu-satunya, alatku untuk mencari nafkah jatuh ke dasar sungai..” jawab penjual ranting kayu. “oh itu mudah..." Sang Dewa turun ke dasar sungai dan kembali muncul ke permukaan.

“Apakah golok emas ini milikmu?” tanya Sang Dewa
“Bukan Dewa” jawab sang penjual ranting kayu
Sang Dewa pun kembali turun ke dasar sungai dan muncul ke permukaan membawa sebilah golok.

“Apakah golok perak ini milikmu?” kembali Sang Dewa bertanya
“Bukan Dewa... itu bukan milik saya. Golok saya bukan terbuat dari emas ataupun perak. Golok saya hanya terbuat dari besi tempa biasa dan sudah berkarat” jawab sang penjual ranting kayu.

Sang Dewa yang sebenarnya sudah menyimpan golok karatan tersebut jadi terkagum-kagum.
“Hai manusia ini golokmu, lalu bawalah golok emas dan golok perak ini sebagai hadiah atas kejujuranmu”. Dan penjual ranting kayu pun pulang dengan bahagia.

Pagi hari, penjual ranting kayu tersebut mengajak istrinya untuk berjualan ke pasar. Berada di depan, menyusuri jembatan yang licin, terdengar suara keras JBURRR!!! Ternyata istri dari penjual ranting kayu tersebut jatuh ke sungai.

“hik..hik..hik...” penjual ranting kayu kembali meratap.
“Hai manusia kenapa engkau menangis?” kembali tangisan tersebut mengundang rasa iba Sang Dewa.

“Dewa, istri yang amat ku cintai dan begitu setia padaku jatuh ke dasar sungai” jawab penjual ranting kayu. “oh itu mudah.....” jawab Sang Dewa. Kemudian Sang Dewa turun ke dasar sungai, dan kembali muncul ke permukaan dengan membawa serta Luna Maya yang tengah menyanyikan lagu “suara dengarkanlah aku apa kabarnya pujaan hatiku”.

 “Inikah istrimu?” Tanya Sang Dewa sambil menunjukkan Luna Maya.
Lama penjual ranting kayu berpikir, didampingi Luna yang semakin asyik bergoyang dan bernyanyi.

“Iya Dewa, itulah istri saya” jawab penjual ranting kayu, yang kontan membuat Sang Dewa kaget dan murka.
“Hey manusia, sungguh kemarin aku tengah terkagum dan berbangga padamu. Tapi mengapa hari ini kau mengecewakanku, dengan mengaku bahwa Luna Maya adalah istrimu. Sungguh aku akan mengutuk dan mengambil semua kebahagiaanmu” Murka Sang Dewa

Ketakutan, penjual ranting kayu mencoba menjelaskan “Tunggu dulu Dewa, ada alasannya saya mengaku bahwa Luna Maya adalah istri saya”. “Nanti jika saya menolak Luna Maya, maka mungkin Dewa akan muncul lagi membawa Cut Tari”. “Kemudian saya sadar untuk mendapatkan kembali istri sebenarnya, saya harus menolak Cut Tari. Sebagaimana yang pernah saya lakukan untuk mendapatkan golok saya kemarin”. “Lalu ketika saya menolak Cut Tari, Dewa akan memberikan bukan hanya Istri saya, tapi juga Luna Maya dan Cut Tari, jadinya saya akan memiliki Tiga orang istri” Penjual ranting kayu menjelaskan.

“Dewa, saya sudah berjanji bahwa saya hanya akan memiliki seorang istri seumur hidup. Itulah sebabnya saya langsung mengiyakan ketika Dewa menunjukkan Luna Maya sebagai istri saya”

Sang Dewapun kembali terkagum akan bijaknya hati si penjual ranting kayu. “Hai manusia lagi-lagi aku terkagum padamu, siapakah namamu?” tanya sang Dewa.

“Nama saya Sutikno” jawab penjual kayu.
“Ini istri yang engkau cintai dan mulai hari ini engkau bukan lagi Sutikno, karena ku hadiahkan nama baru padamu: Arief Eko Prasetyo, yang artinya Manusia bijak dalam memenuhi janji pada yang satu” Sang Dewa pun mengembalikan istri, pula menambahkan pesona Luna Maya dan semua kelebihan Cut Tari dalam diri Istri penjual ranting kayu.

Setiap nama memilki arti, bahkan setiap nama juga merupakan doa orang tua bagi anaknya. Namun ternyata bukan hanya arti dan doa apa yang terkandung dalam sebuah nama, yang lebih menarik adalah mengetahui dari mana nama itu berasal, alias asal asul nama tersebut.

Nah, bagaimana dengan asal usul nama anda?

Selasa, 16 Oktober 2012

Kwadungan Kampung Kerinduan

Saya teringat..
Berdebar hati menanti deru mesin itu truk-truk yang melintasi jalan kampung. Truk-truk tersebut mengangkut hasil panen tebu. Di tengah persimpangan sawah dan jalan kampung, saya dan beberapa teman cemas menanti kapan mereka akan lewat. Dan ketika saatnya tiba, kami kan berlari dibelakang truk tersebut bertelanjang tangan berupaya mencabut batang tebu. Meski kemudian tangan ini luka beset semua, namun hati riang untuk kemudian bertelanjang gigi kami mengunyahnya.

Saya ingat..
Bertelanjang kaki kami bermain layang-layang buatan sendiri, di ladang sawah sehabis panen jagung di musim kemarau itu. Berlari riang kesana kemari, tak peduli kaki luka tertusuk sisa batang jagung yang masih terhujam di tanah...tapi saya begitu senang menikmati.

Saya ingat..
Sepulang sekolah, saya 'kan ikut "ngangon wedus" di kidul omah, sebuah tempat yang subur, tempat dimana orang-orang menggembalakan ternaknya. Sembari ngangon, kami 'kan berenang di kali, tempat dimana saya pernah tenggelam. Bertelanjang badan kami 'kan beratraksi salto ria menunjukkan kebolehan. Memanjat itu pohon salam, menikmati manisnya buah, lalu kemudian melompat terjun ke bawah.. BYURRR.. Ah senangnya.

Saya ingat..
Tak ragu berlari dan bermain bola ala "gaprak'an" ketika hujan deras mengguyur kampung. Tak takut sakit, sekalipun kaki lebam bengkak karena beradu tulang kering dengan teman-teman...tapi saya senang. Terlebih di rumah Si Mbah dengan welas asih memijat kaki, lalu membelikan bakso penthol dan es dawet Yu Katina kesukaan.

Kwadungan kampung kerinduan. Dimana ari-ari dan masa kecil bersemayam. Satu-satunya tempat saya benar-benar mampu menikmati masa kecil. Tak ada takut tiada pernah merasa khawatir untuk terluka dan sakit.

Saya tersadar...
Sudah lama sekali tak lagi menikmati sensasi rasa itu...

In Memoriam Bagus Suhar Setioko: Guru Mencetak Gol


Perasaan masih kemarin aku bercanda denganmu. Bahkan Dalam kunjunganku ke Semarang waktu itu, kita sempat saling menantang diri masing-masing untuk bermain Winning Eleven, Game kesukaan kita, yang memang lebih banyak kamulah pemenangnya. Menyesal waktu itu akhirnya kita tak sempat bertanding, karena memang aku harus segera kembali ke Jakarta.

Aku akan memang selalu lebih iri kepadamu, sahabatku. Kau jauh lebih tinggi, lebih tampan, lebih mancung, dan senyummu selalu lebih mempesona. Pantas saja adikku Kiki yang notabene tomboy bisa jatuh hati kepadamu. Dan jujur aku jadi lebih bersyukur karenanya. Karena engkau memiliki wanita yang begitu mengerti akan dirimu, juga “ujian” yang selama ini bersemayam dalam dirimu. Wanita yang hingga akhir engkau menutup mata, selalu setia berada untukmu.

Aku akan selalu bersyukur dan berterima kasih karena mampu menjadi sahabatmu. Terlebih ketika saat aku terpuruk dahulu, saat dimana aku berada dititik paling hina dalam hidup, ketika kebanyakan orang menjauhiku, namun engkau masih bersedia bermain dan menemaniku, sedikit orang terkasih yang masih peduli denganku.

Aku masih ingat, sembari bermain Winning Eleven, engkau memberikan pelajaran bahwa hidup layaknya bermain sepak bola. Ketika engkau terpuruk, tertinggal angka, harus kembali bermain dan menikmatinya hingga akhir waktu pertandingan. Masalah mampu mencetak gol atau tidak itu urusan nanti. Yang penting nikmati pertandinganmu dan berusahalah mencetak gol.

Filosofi yang engkau ajarkan, hingga kini masih aku jalankan. Aku yang memang tidak seberuntung dirimu, dengan segala keterbatasan berusaha mengukir prestasi, berusaha mencetak gol, hingga nanti akhir waktu pertandingan, ketika Sang Wasit meniup peluit panjang, aku harus menuju ruang ganti kehidupan.

Bagus Suhar Setioko, Guru...sahabat... adikku sayang. Aku akan menceritakan dirimu kepada istri dan anak-anakku. Bahwa pernah ada pemuda hebat yang pernah mengajarkan aku ilmu kehidupan.
Innalillahi wa innalillahi raji’un. Selamat jalan sahabat. Semoga Allah memberikan pakaian termulia sebagai ganti kostum dunia penuh peluh perjuanganmu, di ruang ganti terbaiknya.... Syurga.
-          In memoriam Bagus Suhar Setioko: Wafat 08 Oktober 2012 -

Memoar Cinta Untuk Si Sorban Merah

Saya mendapatkannya saat usia menginjak bangku kelas dua es-em-u. Pak harso, begitu saya biasa menyapa pembimbing agama, mengamanahkannya sebagai sahabat dalam menyusuri jalan cinta Sang Maha Terkasih. Dialah si sorban merah sederhana yang biasa terselempang di pundak kanan guru saya itu, dan kelak bahkan selamanya akan menjadi sahabat terbaik dalam kesegalaan keadaan diri saya.

Jangan anda bayangkan bahwasanya ia terbuat dari kain nan lembut pun kehalusan sutra. Tidak pula rajutan dan pilinan yang indah. Ia hanyalah kain dengan sablonan cetak jua bertekstur kasar, yang mudah menjadi compang nan camping, serta sobek sana dan sini selayaknya kain murah nan usang.

Meskipun demikian, semenjak itu saya selalu menjadikannya sejawat tererat yang bahkan mengalahkan kesemuaan pakaian yang pernah melekat.

Ia selalu setia menuntun bodoh hati dalam menuju arah Tuhan. Ia memberikan kelembutan saat kefanaan dunia menyapa dengan kasar. Ia meneduhkan saat mentari terasa berlaku terlalu kejam. Ia membasuh saat  saya terasa begitu sangat rapuh.

Hadirnya membuat mengerti akan apa itu arti diri. Kesegalaannya membuat kesemuaan menjadi terutuh. Begitu banyak rayuan rindu telah saya bisikkan dan semoga tersampaikan pada-Nya. Begitu tak terhitung peluh perjuangan terbasuh demi meraih kasih-Nya.

Kala lelah ia membentang memberikan hantaran kasih sayang. Kala rindu ia terjembar melembutkan kalbu yang liar tersasar. Kalah resah ia terteduh mengusap kepala meredakan segala amarah. Kala sedih ia setia menghamparkan diri, menjadi labuhan bagi tiap tetes air mata hingga mampu meredakan semua duka.

Dalamnya tersimpan banyak doa mengiba cinta. Padanya banyak air mata pengharapan, tempat segala kesedihan tertetirah. Ia sahabat terbaik yang selalu setia mendampingi asa. Guru kesederhanaan dalam meraih kasih nan tersahaja.

Sembilan tahun sudah ia mendampingi dan menjadi buni-buni pengharapan. Kini di pusara si mbah, saya titipkan ia bersama kesalehan jiwa terkasih. Semoga semua air mata kasih, seluruh doa cinta dan peluh juang penghambaan diri, mampu mewujud pengabdian seorang anak manusia untuk menjadi saleh bagi sosok terkasih yang kini tenang meninggalkan kefanaan dunia.

Aduhai sorban merah, sahabat jua guru terkasih. Kini dampingilah si mbah dengan kesederhanaan cinta yang tersimpan dalam wujudmu. Hangatkan ia kala dingin malam menusuk. Teduhkan ia kala panas membakar.

Kelak bila tiba waktu, semoga engkau masih berkenan untuk mengenali, kawan perjalanan yang banyak berhutang budi cinta karena hadirmu.

Pada Mana Rindu Bermuara

Sang Pencinta bersudut tertekur merenung hati. Nyaman menyelimuti kegundahannya dalam gelap ruang. Mencoba menenteramkan kegundahan yang sepertinya tiada sudah mampu tertahan. Aduhai... Ketika kerinduan membuncah tiada lagi yang diinginkan selain perjumpaan.

Lama sepertinya sudah, Sang Pencinta meringkuk diruang rindu yang tiada jua berujung, karena sekonyong-konyongnya kerinduan itu juga tiada berbentuk. Ingin sekali Ia menyampaikan kerinduan itu, tapi tak ada daya karena ketidakmampuan akibat ketidakwarasan yang masih saja senang mencumbui lemah raganya.

Satu-satunya sahabat terbaik hanyalah tembok biru kamar, yang mengandai luas lautan. Sesaat memberi semangat, kala rapuh ia memberi rasa teduh.

"salam alaykum....?" tertegun Sang Pencinta mendengar suara mungil yang menyapa lamunan.

"Duhai sang pencinta gerangan apa yang membuatmu begitu bersedih... ?" tanya sapa seekor hitam semut membuatnya tertegun tak percaya.

"wa alaykum salam...engkaukah itu duhai semut..yang menyapa dan mengajakku berbicara" jawabnya memaksakan kesopanan dalam keterbata-bataan kata.

"benar duhai sang pencinta...apa yang membuatmu begitu bersedih? Adakah yang bisa makhluk kecil ini lakukan untuk membesarkan hatimu ?" Tanya semut

"aduhai semut sesungguhnya aku sedang dirundung rindu. Namun keadaanku menghalangiku tuk menyampaikan kerinduan tersebut" kesah sang pencinta pada semut.

"bolehkah 'ku bantu... Aku memang bertubuh kecil. Namun aku memiliki banyak saudara diseluruh muka dunia. Aku pasti akan menyampaikan kerinduan itu pada kekasih yang kau rindu" sahut semut menawarkan pertolongan.

"hanya saja.... Pasti akan membutuhkan waktu lama hingga kerinduan itu bisa tersampaikan" sesal semut memperjelas pertolongan.

"Aduhai semut.. Sungguh kerinduan ini tengah membuncah dan tiada sanggup lagi tertahan. Aku ingin segera kerinduan ini tersampaikan. Bisakah kau ?" jelas sang pencinta dalam tanya.

"maafkan aku sang pencinta.. Jika demikian kehendakmu maka sungguh aku tidak mampu membantumu. Bersabarlah semoga Rabbi memberikan kemudahan" sesal semut hingga kemudian berlalu meninggalkan sang pencinta dalam keheningan.


Ternyata kegundahan Sang Pencinta mengusik rasa iba sang angin. "Aku bisa membantumu !" suara angin lembut membelai telinga.

"jangan bersedih duhai sang pencinta. Biarkan aku membantumu. Akan ku sampaikan kerinduanmu secepat mungkin seperti apa yang kau inginkan" tukas angin berusaha menghibur hati sang pencinta murung.

"sekarang katakan pada siapa dan dimana kerinduan itu harus ku sampaikan ?" Tanya angin seraya bergegas untuk segera berangkat.

"itulah dia duhai angin. Masalahnya aku tak tahu pada siapa, untuk apa, dan dimana kerinduan ini harus ku labuhkan" jawab sang pencinta yang lantas membuat sang angin semakin bingung.

"haah.. Engkau ini lucu atau bahkan menyedihkan wahai sang pencinta! Bagaimana mungkin engkau bisa begitu tersiksa dalam kesedihan karena kerinduan. Namun engkau sendiri tak tahu pada siapa kerinduan itu harus bermuara ?" Tanya angin yang justru membuat sang pencinta semakin rapuh.

"bila keadaannya demikian... Sungguh aku menyesal tak bisa menolongmu. Semoga Rabbi memberi ketetapan pengetahuan bagimu" Anginpun berlalu melintas meninggalkan sang pencinta.

..............
Dan.... sang pencintapun kembali terpuruk dalam kesedihan........

"Kenapa tidak kau titipkan pada-Ku" Suara itu begitu sangat indah menenangkan gundah.

"Aku bisa lebih cepat tuk menyampaikan rindumu. Bahkan engkaupun tak perlu mengatakan pada mana kerinduan itu harus Ku sampaikan. Karena Akulah yang menciptakan rasa rindu. Bahkan sadarkah kau duhai yang mengaku sang pencinta ! Akulah kerinduan itu"
suara itu begitu hangat memberikan terang bijak kebajikan.

Aduhai aku sungguh malu. aku sungguh lupa. Tentunya hanya Engkaulah yang pantas untuk ku jadikan sebagai Sang Pujaan, satu-satunya yang pantas untuk aku rindukan” sesal sang pencinta

"tak usah merasa bersalah juga menghinakan diri. Karena engkau juga merupakan salah satu kemuliaan yang Aku ciptakan. Sudah fitrahmu untuk merasakan kerinduan bukan hanya pada-Ku untuk kau jadikan sebagai Sang Pujaan Hati. Bahkan juga bagi sesamamu, karena seperti yang Ku bilang, sudah fitrah kalian untuk berpasang-pasangan." Dan suara itu pun sayup menghilang perlahan membuyarkan keheningan dan membangkitkan sang pencinta untuk segera mensucikan hati, bersimpuh diri untuk memohon ampunan dan keberkahan.

Duhai Rabbi Sang Pujaan Hati, jadikanlah kerinduan ini hanya akan bermuara kepada wujud-Mu. Dan bila Engkau berkenan, kelak jadikanlah bunga kerinduan itu dalam wujud ciptaan-Mu. Kesalehan jiwa... sang pujian hati yang akan selalu menuntun kami untuk bermuara diri hanya kepada-Mu. Siapapun ia... dalam apapun wujudnya...dan dimana ia berada...