Minggu, 28 Oktober 2012

Belajar Dari Tahi Kotok

Sekilas bentuknya mungkin menyerupai pilinan es krim yang diletakkan diatas cone. Tapi Tahi Kotok tetaplah limbah kotoran ayam yang bahkan sebagian besar orang akan menghindarinya. Sebagaimana jika habis dikhitan biasanya orang tua akan berkata "Nak, jangan melangkahi tahi kotok. Nanti bengkak lho". Terlepas dari benar atau tidak hal tersebut, kita akan menghindari tahi kotok karena jijik lan jorok.

Seorang sahabat yang tiap hari mengolah empat ton tahi kotok, bahkan bercerita aroma kotoran ayam tersebut lebih memuakkan daripada telethong (tahi sapi). Makanya sedikit orang yang mau mengolah tahi kotok. Mungkin itu pula yang menyebabkan masyarakat sekitar menolak adanya peternakan ayam disekitar pemukiman mereka: bau, jorok,jijik, serta bisa jadi penyakit.

Diakui atau tidak, seringkali ketika melihat sekumpulan muda-mudi yang kerjaannya nongkrong, genjrang-genjreng main gitar tidak karuan, atau bahkan anak punk yang seringkali "merampok halus" di lampu merah, kita akan memperlakukannya sebagaimana tahi kotok. Bukankah mereka pemuda-pemudi harapan Indonesia? Hanya saja mereka salah asuhan, salah pergaulan, hingga akhirnya terjebak dalam galau yang berkepanjangan.

Sadarkah kita, yang namanya tahi kotok jika diolah dengan benar maka akan menjadi komoditas energi bio gas yang berharga. Bahkan ampasnya sekalipun masih bisa menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman rumah kita. Begitupun dengan muda-mudi yang seringkali kita cap sebagai tahi kotok itu tadi. Mereka pun akan menjelma menjadi jauh lebih bermanfaat buat masyarakat asalkan kita MAU. MAU merubah mindset pelabelan tahi kotok. MAU memungut mereka karena terus-terusan terabaikan membusuk di dasar lantai yang buruk. MAU mengolah mereka dengan telaten dan sabar.

Ketika kita sudah tidak merasa jorok terhadap tahi kotok. Menyadari tahi kotok merupakan investasi terbaik hari esok. Maka tahi kotok akan mampu memperbaiki semua yang bobrok.

Selamat Hari Sumpah Pemuda. Mari hargai pemuda-pemudi kita, siapapun dan apapun mereka.

Tidak ada komentar: