Berdebar hati menanti deru mesin itu truk-truk yang melintasi
jalan kampung. Truk-truk tersebut mengangkut hasil panen tebu. Di tengah
persimpangan sawah dan jalan kampung, saya dan beberapa teman cemas menanti kapan
mereka akan lewat. Dan ketika saatnya tiba, kami kan berlari dibelakang truk
tersebut bertelanjang tangan berupaya mencabut batang tebu. Meski kemudian
tangan ini luka beset semua, namun hati riang untuk kemudian bertelanjang gigi
kami mengunyahnya.
Saya ingat..
Bertelanjang kaki kami bermain layang-layang buatan sendiri, di
ladang sawah sehabis panen jagung di musim kemarau itu. Berlari riang kesana
kemari, tak peduli kaki luka tertusuk sisa batang jagung yang masih terhujam di
tanah...tapi saya begitu senang menikmati.
Saya ingat..
Sepulang sekolah, saya 'kan ikut "ngangon wedus" di kidul
omah, sebuah tempat yang subur, tempat dimana orang-orang menggembalakan
ternaknya. Sembari ngangon, kami 'kan berenang di kali, tempat dimana saya pernah tenggelam. Bertelanjang badan kami 'kan beratraksi salto ria
menunjukkan kebolehan. Memanjat itu pohon salam, menikmati manisnya buah, lalu
kemudian melompat terjun ke bawah.. BYURRR.. Ah senangnya.
Saya ingat..
Tak ragu berlari dan bermain bola ala "gaprak'an" ketika hujan deras
mengguyur kampung. Tak takut sakit, sekalipun kaki lebam bengkak karena beradu tulang
kering dengan teman-teman...tapi saya senang. Terlebih di rumah Si Mbah dengan
welas asih memijat kaki, lalu membelikan bakso penthol dan es dawet Yu Katina
kesukaan.
Kwadungan kampung kerinduan. Dimana ari-ari dan masa kecil bersemayam. Satu-satunya tempat saya benar-benar mampu menikmati masa kecil.
Tak ada takut tiada pernah merasa khawatir untuk terluka dan sakit.
Saya tersadar...
Sudah lama sekali tak lagi
menikmati sensasi rasa itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar