Selasa, 16 Oktober 2012

Pada Mana Rindu Bermuara

Sang Pencinta bersudut tertekur merenung hati. Nyaman menyelimuti kegundahannya dalam gelap ruang. Mencoba menenteramkan kegundahan yang sepertinya tiada sudah mampu tertahan. Aduhai... Ketika kerinduan membuncah tiada lagi yang diinginkan selain perjumpaan.

Lama sepertinya sudah, Sang Pencinta meringkuk diruang rindu yang tiada jua berujung, karena sekonyong-konyongnya kerinduan itu juga tiada berbentuk. Ingin sekali Ia menyampaikan kerinduan itu, tapi tak ada daya karena ketidakmampuan akibat ketidakwarasan yang masih saja senang mencumbui lemah raganya.

Satu-satunya sahabat terbaik hanyalah tembok biru kamar, yang mengandai luas lautan. Sesaat memberi semangat, kala rapuh ia memberi rasa teduh.

"salam alaykum....?" tertegun Sang Pencinta mendengar suara mungil yang menyapa lamunan.

"Duhai sang pencinta gerangan apa yang membuatmu begitu bersedih... ?" tanya sapa seekor hitam semut membuatnya tertegun tak percaya.

"wa alaykum salam...engkaukah itu duhai semut..yang menyapa dan mengajakku berbicara" jawabnya memaksakan kesopanan dalam keterbata-bataan kata.

"benar duhai sang pencinta...apa yang membuatmu begitu bersedih? Adakah yang bisa makhluk kecil ini lakukan untuk membesarkan hatimu ?" Tanya semut

"aduhai semut sesungguhnya aku sedang dirundung rindu. Namun keadaanku menghalangiku tuk menyampaikan kerinduan tersebut" kesah sang pencinta pada semut.

"bolehkah 'ku bantu... Aku memang bertubuh kecil. Namun aku memiliki banyak saudara diseluruh muka dunia. Aku pasti akan menyampaikan kerinduan itu pada kekasih yang kau rindu" sahut semut menawarkan pertolongan.

"hanya saja.... Pasti akan membutuhkan waktu lama hingga kerinduan itu bisa tersampaikan" sesal semut memperjelas pertolongan.

"Aduhai semut.. Sungguh kerinduan ini tengah membuncah dan tiada sanggup lagi tertahan. Aku ingin segera kerinduan ini tersampaikan. Bisakah kau ?" jelas sang pencinta dalam tanya.

"maafkan aku sang pencinta.. Jika demikian kehendakmu maka sungguh aku tidak mampu membantumu. Bersabarlah semoga Rabbi memberikan kemudahan" sesal semut hingga kemudian berlalu meninggalkan sang pencinta dalam keheningan.


Ternyata kegundahan Sang Pencinta mengusik rasa iba sang angin. "Aku bisa membantumu !" suara angin lembut membelai telinga.

"jangan bersedih duhai sang pencinta. Biarkan aku membantumu. Akan ku sampaikan kerinduanmu secepat mungkin seperti apa yang kau inginkan" tukas angin berusaha menghibur hati sang pencinta murung.

"sekarang katakan pada siapa dan dimana kerinduan itu harus ku sampaikan ?" Tanya angin seraya bergegas untuk segera berangkat.

"itulah dia duhai angin. Masalahnya aku tak tahu pada siapa, untuk apa, dan dimana kerinduan ini harus ku labuhkan" jawab sang pencinta yang lantas membuat sang angin semakin bingung.

"haah.. Engkau ini lucu atau bahkan menyedihkan wahai sang pencinta! Bagaimana mungkin engkau bisa begitu tersiksa dalam kesedihan karena kerinduan. Namun engkau sendiri tak tahu pada siapa kerinduan itu harus bermuara ?" Tanya angin yang justru membuat sang pencinta semakin rapuh.

"bila keadaannya demikian... Sungguh aku menyesal tak bisa menolongmu. Semoga Rabbi memberi ketetapan pengetahuan bagimu" Anginpun berlalu melintas meninggalkan sang pencinta.

..............
Dan.... sang pencintapun kembali terpuruk dalam kesedihan........

"Kenapa tidak kau titipkan pada-Ku" Suara itu begitu sangat indah menenangkan gundah.

"Aku bisa lebih cepat tuk menyampaikan rindumu. Bahkan engkaupun tak perlu mengatakan pada mana kerinduan itu harus Ku sampaikan. Karena Akulah yang menciptakan rasa rindu. Bahkan sadarkah kau duhai yang mengaku sang pencinta ! Akulah kerinduan itu"
suara itu begitu hangat memberikan terang bijak kebajikan.

Aduhai aku sungguh malu. aku sungguh lupa. Tentunya hanya Engkaulah yang pantas untuk ku jadikan sebagai Sang Pujaan, satu-satunya yang pantas untuk aku rindukan” sesal sang pencinta

"tak usah merasa bersalah juga menghinakan diri. Karena engkau juga merupakan salah satu kemuliaan yang Aku ciptakan. Sudah fitrahmu untuk merasakan kerinduan bukan hanya pada-Ku untuk kau jadikan sebagai Sang Pujaan Hati. Bahkan juga bagi sesamamu, karena seperti yang Ku bilang, sudah fitrah kalian untuk berpasang-pasangan." Dan suara itu pun sayup menghilang perlahan membuyarkan keheningan dan membangkitkan sang pencinta untuk segera mensucikan hati, bersimpuh diri untuk memohon ampunan dan keberkahan.

Duhai Rabbi Sang Pujaan Hati, jadikanlah kerinduan ini hanya akan bermuara kepada wujud-Mu. Dan bila Engkau berkenan, kelak jadikanlah bunga kerinduan itu dalam wujud ciptaan-Mu. Kesalehan jiwa... sang pujian hati yang akan selalu menuntun kami untuk bermuara diri hanya kepada-Mu. Siapapun ia... dalam apapun wujudnya...dan dimana ia berada...

Tidak ada komentar: