Selasa, 06 November 2012

Beda Aliran

Saat jeda istirahat siang suatu pelatihan yang ditujukan untuk para dosen honorer salah satu universitas swasta terkemuka di Indonesia. Seorang dosen peserta menghampiri saya yang saat itu berencana untuk laporan pada Yang Maha Kuasa. Bernada setengah mengejek ia bertanya kepada saya "mobilnya yang mana mas?". Sembari melepas kaus kaki, saya menjawab "Oh saya ndak bawa mobil, saya kesini menggunakan sepeda motor, itu dia sepeda motor saya" jari saya menunjuk Jupi, sahabat setia saya.

Dosen tersebut hanya menyunggingkan senyum yang berporos ke sudut bibir kanannya. "Kalo saran saya, lain kali ngisi training bawa mobil mas, biar keren dan dihormati orang" nasehat laki-laki tersebut. "Dulu saya pernah hampir dapat tender besar proyek pendidikan untuk sekolah terkemuka di jakarta. Saya bela-belain pinjam mobil teman untuk datang ke sekolah tersebut, melihat bawaan saya, Kepala sekolah tersebut setuju untuk bekerjasama. Tinggal menunggu empat hari lagi untuk penandatangan kontrak kerjasamanya" cerita laki-laki tersebut.

Saya kemudian bertanya bagaimana kelanjutan kisahnya. Laki-laki tersebut melanjutkan "itu dia mas, celakanya ketika hari penandatangan teman saya lagi pergi keluar kota, mobilnya tentu dia bawa. Kelabakan saya cari rental mobil tapi ternyata gak ada yang sama persis mobil teman saya" laki - laki tersebut kembali bercerita dan seakan mengacuhkan ekspresi wajah saya yang sudah kebelet nabung di Bank TOTO.

"Yah, akhirnya saya kesana bawa motor. Sampai disana saya sempat melihat kepala sekolah tersebut. Saya disuruh menunggu lima belas menit. Kemudian seorang staff sekolah keluar dan menyampaikan mohon maaf kepala sekolah sedang sibuk dan tidak bisa menemui" mulutnya mulai berbusa - busa bercerita. 

"Lalu si staff tadi menyampaikan alasan yang gak masuk akal. Padahal dulu bilang sudah tidak ada masalah dengan kontrak kerjasamanya. Eh pas saya datang waktu itu bilangnya kepala sekolah masih sibuk dan belum sempat merevisi draft kerjasama yang menurutnya masih bermasalah. Saya yakin itu semua karena saya datang bawa motor" Laki - laki tersebut pun menunjuk motor new shogun SP warna hitam miliknya.

"Orang Indonesia itu masih melihat apa bawaan kita, Makanya kalo mau sukses jadi trainer dan dapat bayaran mahal bawaannya mas harus yang serba mahal. Ingat mas jujur menjalani profesi, malah bisa hancur dan bikin depresi" Laki - laki tersebut memberikan kesimpulan.

Saya pun akhirnya mendapatkan kesempatan berbicara. Sembari ngempit Si Agung yang segera ingin nabung, saya bertanya sederhana "Pak Dosen, yang berbicara didepan, mobil atau manusia? lalu mana yang lebih istimewa dan berharga mahal, mobil atau manusia? Mana yang merupakan masterpiece kehidupan sesungguhnya mobil atau manusia?"

"Nah mungkin itu yang menjadi permasalahan, Seringkali beberapa orang dan mungkin Pak Dosen menjalani kesepakatan atau bahkan kehidupan dengan sesuatu yang palsu dan memaksakan. Saya ndak malu mengakui bahwa kemana-mana saya mengendarai motor, karena kemampuan saya baru bisa beli motor. Daripada saya omong besar sesumbar dengan memamerkan apa yang bukan kemampuan dan bawaan saya. Lebih baik apa adanya, karena sejatinya kita adalah masterpiece kehidupan. Lebih berharga dan lebih mahal, satu-satunya dan istimewa daripada mobil atau apapun yang kita bawa"  Saya pun menuju Jupi, mencium motor saya yang berada hanya lima langkah di depan.

Mendapat rezeki dan dibayar mahal dari profesi yang kita jalani itu adalah bonus. Tapi kenikmatan menyalurkan hobi melalui profesi itu bawaan yang ndak akan pernah hangus. Maaf ya Pak Dosen kita beda aliran....

- aeplopyu [I Love U] - 


Tidak ada komentar: