Aku tahu itu..
Perlahan beliau mencelupkan handuk kecil ke dalam baki berisi
air hangat. Membasuh muka kucelku dengan lembut. Tiada berkata hanya lembut
menatapku.
Aku tak tahu apa itu..?
Dengan tangan tuanya yang beraroma sirih, khas aroma tangan Si
Mbah yang suka "nyusur".
Beliau menyuapi perutku yang selalu rindu dengan nasi basi goreng buatannya.
Tiada kata, hanya lembut menatap menyuapi.
Aku tak tahu apa itu..?
Hari itu aku sungguh menjadi anak nakal karena tak jua berangkat
ke sekolah. Si Mbah terus merayuku tapi tak berhasil, hingga kemudian beliau
menghilang dan kembali bersama Pak Pud, guru agamaku yang lucu nan baik hati.
Pastilah Si Mbah meminta Pak Pud merayuku 'tuk sekolah.
Aku tahu itu..
Perlahan Pak Pud berhasil merayuku. Digendongnya aku, dinaikkan
ke vespa tuanya. Melambai sembari pamitan sekolah pada Si Mbah, dan beliau
hanya tersenyum simpul dan menatapku lagi.
Sungguh aku tak tahu apa itu..
Sore hari selepas membantu persalinan salah seorang penduduk di
dusun lain, Si Mbah terlihat begitu lelah. Matanya begitu hangat tertunduk
terlihat begitu pekat. Tapi cucunya yang nakal justru tak memberinya
pengertian. Dia malah merengek minta "klentheng"
sesegera mungkin.
Tanpa mengeluh Si Mbah bergegas meminta anak-anak 'tuk
mengumpulkan buah randu. Diambil bijinya, di sangrai hingga gosong kemudian
diberi campuran garam.
Si Mbah kemudian datang berisi nampan penuh berisi klentheng.
Beliau tersenyum, menatap kami begitu lahap menyantap klentheng buatannya.
Tapi aku masih tak tahu apa itu..?
Malam ketika hendak tidur Si Mbah 'kan membuaiku dengan
senandung langgam. Sebuah lirik jaman penjajahan dan sebuah fabel "pitik
tukung", yang hingga kini masih sangat melekat tentang lirik dan bagaimana
beliau menyanyikannya. Dan jika pada tiap tengah malam aku terbangun. Aku
selalu mendapati beliau tengah memandangku. Sebuah tatapan yang mendalam
sembari mengatakan "ndak papa...".
Si Mbah tak pernah mengatakan betapa dia menyayangi cucunya ini.
Beliau selalu menunjukkan kasih sayangnya dengan perbuatan. Pun bila beliau
ingin mengekspresikan perasaannya, beliau selalu melakukannya dengan tatapan.
--Untukmu Mbah 'Sih: kaana kullu amrihi 'aajaba..--
"kasihilah dia disana. Didalam kesendiriannya. Lapangkankah
alam kuburnya. Terangilah dengan cahaya-Mu."
(lirik nasyid "Ibu" yang mohon maaf aku lupa siapa
yang membawakannya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar