Menikmati tingkah polah si kecil begitu menyenangkan, bahkan
seringkali teramat melelahkan hati karena sepertinya adik kecil saya ini tiada
pernah kehabisan energi 'tuk bermain. Tiap kali dia jatuh, tangisnya akan
keluar untuk sesaat dengan sekencang-kencangnya, tapi lucunya setelah itu, dia
'kan kembali tertawa dan kembali bersemangat mengajak kami bermain, bernyanyi,
bahkan menari bersamanya.
Satu-satunya yang paling ditakuti dan akan membuatnya terdiam
adalah kegelapan. Mungkin hal itulah yang menyebabkan dia sangat takut masuk ke
kamar saya yang notabene hampir sepanjang hari dalam keadaan gelap.
Suatu ketika saya begitu ingin menggodanya. Sehingga sengaja saya nyalakan lampu kamar dan membiarkan ia masuk lalu menyapa. Dengan segera saya mematikan lampu, dan sungguh saya melihat reaksi yang justru membuat terinspirasi. Dalam gelap dia tentunya menangis tapi yang membuat takjub ia bukan
hanya pasrah dan menangis, tapi berjalan berusaha menggapai stop kontak lampu
yang sepertinya telah ia ingat posisinya sewaktu masuk ke kamar. Sungguh
mengagumkan..
Tidakkah kita pernah mengalami masa gelap dalam hidup. Bahkan
banyak dari kita yang justru terpuruk atau setidaknya pasrah yang kebablasan
dalam mengartikan wejangan RA. Kartini "habis gelap terbitlah
terang".
Lho bukannya pasrah adalah wujud syukur dalam keberserahan diri
untuk menerima ujian-Nya ? Itu tidak sepenuhnya benar. Lho bukannya sabar
merupakan keutamaan seorang pencinta ? Itu juga tidak sepenuhnya salah.
Seringkali karena lemahnya hati, kita sepenuhnya menyalahkan
keadaan, kemampuan, takdir, bahkan menyalahkan Tuhan. Nah kalo itu sepenuhnya
salah !
Kerapkali karena kurangnya pemahaman tentang hadirnya keadaan
(atau bahkan ketidak adaan) kita hanya bisa bersabar menunggu pertolongan
Tuhan. "pasrahkan segalanya dan Tuhan pun akan menolong kita", lho
bukannya Tuhan juga tidak akan merubah keadaan jika kita tidak berusaha dan
berdoa? Nah kalo fase ini kita hanya baru masuk fase sabar belum masuk fase “taat
pajak” ('kan katanya orang bijak
taat pajak ya... :p ).
Hal yang paling tepat jangan hanya meratapi keadaan hingga
terpuruk. Tapi selain mensyukuri ujian sebagai sebuah nikmat, kita juga harus
berusaha mencari "stop kontak" dalam kegelapan tersebut. Sehingga
lampu kehidupan itu pun 'kan kembali menyala. Tak mengapa jika masih redup,
tapi setidaknya kita akan tahu dimana kita harus berada, apa-apa saja yang harus
dibersihkan dan harus ditata ulang.
Bukan keadaan, kemampuan, takdir, orang lain, bahkan Tuhan yang
harus disalahkan. Salahkan dirimu sendiri karena melupakan kemauan, yang sebenarnya sungguh selalu setia mendampingi untuk
membantumu mengatasi kegelapan itu. Berapa kalipun kamu terjatuh, merengek dan
menangislah bahkan sekencang-kencangnya, tapi setelah itu kembalilah bermain,
bernyanyi, menari, melukis, atau apapun yang ingin kau lakukan dalam menjalani
kebaikan hidup.
Jadi jangan hanya menunggu terang. Jangan hanya berpaham
"habis gelap terbitlah terang". Tapi ciptakanlah terang tersebut.
Sadarilah sesungguhnya "selalu ada terang dalam gelap".
“padamkan secercah warna-warni duniamu
saat kau mulai kehilangan arah
Nyalakan secercah warna-warni duniamu
saat berjalanmu kembali tegap”
(So7 : Perhatikan Rani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar