Tingkah pola anak kecil memang akan selalu membuat saya berdecak. Antara berdecak kagum atau berdecak marah. Ini pula yang baru saja saya alami terhadap kedua adik saya.
Adik yang pertama, Aldan namanya, saat ini masih baru belajar di bangku sekolah menengah pertama. Sekalipun kurang peka terhadap kerapihan rumah, dan hal inilah yang seringkali membuat Ibu saya mencak-mencak marah, namun ternyata hari ini Aldan membuat kami di rumah jadi berdecak kagum karena berhasil meraih rangking pertama di kelasnya untuk tengah semester ini.
Adik yang pertama, Aldan namanya, saat ini masih baru belajar di bangku sekolah menengah pertama. Sekalipun kurang peka terhadap kerapihan rumah, dan hal inilah yang seringkali membuat Ibu saya mencak-mencak marah, namun ternyata hari ini Aldan membuat kami di rumah jadi berdecak kagum karena berhasil meraih rangking pertama di kelasnya untuk tengah semester ini.
Adik saya yang kedua bernama Bayu, saat ini baru kelas satu sekolah dasar. Kecenderungan adik yang satu ini juga seringkali, bahkan wajib fardhu ain membuat kedua orang tuanya ngelus-ngelus dada dan berdecak marah karena kenakalannya. Nah hal unik dan lucu justru dilakukan oleh adik kedua saya ini.
Pasalnya, hari ini Bayu juga mendapatkan rapor hasil belajarnya. Namun, dikarenakan bapaknya harus bekerja dan ibunya sedang sakit di rumah, jadinya ia harus mengambil rapornya sendiri. Raport pun diterima dan Bayu bergegas pulang. Sebelum tiba di rumah, Bayu membuka rapornya dan mendapati angka empat di kolom nilai rapornya. Takut dimarahi oleh bapaknya, Bayu memutar otak untuk bisa memanipulasi nilai tersebut. Dikarenakan Bayu tidak memiliki pulpen, ia pun terpaksa menggunakan pensil satu-satunya mencoba merubah angka empat menjadi angka sembilan. Namun dikarenakan tulisannya yang kurang bagus, bukannya menjadi angka sembilan, justru angka empat berubah menjadi empat belas.
Sore harinya ia berikan rapor tersebut kepada Sang Bapak yang sudah pulang kerja. "Lho.. le, kok ini ada nilai yang ditulis pakai pensil?" tanya Sang Bapak. Dengan mudahnya Bayu menjawab "Iya pak, tadi pulpen Bu Guru habis". Sang Bapak mulai garuk-garuk kepala karena gelo (heran).
"Tapi le, nilainya kok empat belas?" tanya Sang Bapak lagi. Mengetahui kebohongannya hampir terbongkar, Bayu pun menjawab dengan polos "iya pak, Bayu dapat nilai paling bagus sekelas tuh. Ranking satunya aja nilainya sepuluh. Bayu dapat empat belas, keren kan...?"
Selain tertawa, ketika mendengar jawaban tersebut saya jadi berdecak kagum. Decak kagum saya bukan karena aksi manipulatif yang dilakukan Bayu, melainkan karena kemampuannya dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Sang Bapak pun malah tertawa geli dan mengapresiasi apa yang dilakukan anaknya sebagai sebuah langkah kreatif.
Apa yang dilakukan oleh adik saya tersebut memberikan saya pelajaran, bahwa dibalik setiap tingkah polah anak ada keindahan kreatifitasnya dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Begitupun dari Sang Bapak, bukannya memarahi prestasi buruk dan tindak manipulasi anaknya, justru mengapresiasi. Anak jangan dihakimi, namun harus diapresiasi.
Apa yang dilakukan oleh adik saya tersebut memberikan saya pelajaran, bahwa dibalik setiap tingkah polah anak ada keindahan kreatifitasnya dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Begitupun dari Sang Bapak, bukannya memarahi prestasi buruk dan tindak manipulasi anaknya, justru mengapresiasi. Anak jangan dihakimi, namun harus diapresiasi.
2 komentar:
nih kisah nyata yo?tempat pelaku dan peristiwa hampir sama wkwkwkwk
iya mas. Sekarang saya punya dua bayu yg sama2 unik
:D
Posting Komentar