Selasa, 16 Oktober 2012

Ada Cinta di Minyak Tanah

Di daerah tempat saya menimba ilmu dulu, ada sepasang kekasih yang sudah sepuh, yang mencari penghidupan sebagai penjual minyak tanah keliling. Pagi sekali mereka berangkat dari rumahnya, menempuh puluhan kilometer berjalan kaki, tertatih-tatih berdua mereka mencoba menjajakan dagangannya, dan biasanya ba'da isya mereka baru pulang dan berlalu melewati jalan didekat rumah kost.

Suatu waktu, ba'da isya saya dapati pasangan sepuh tersebut sedang istirahat mengumpulkan tenaga untuk pulang. Saya beranikan diri tuk memberi salam dan menghampiri mereka. Saya tanyakan mengapa sudah sesepuh ini mereka masih harus bersusah payah membanting tulang mencari penghidupan? tiadakah putra-putri atau sanak famili yang dapat meringankan beban hidup mereka di usia yang terbilang uzur ini?

Sang Ibu yang masih memiliki kekuatan 'tuk bicara menjawab dengan sangat bijak. Beliau menuturkan bahwasanya mereka menjalani semua ini sebagai cara untuk menikmati kemesraan diantara mereka berdua, juga dengan Rabb-Nya, terlebih di penghujung sisa waktu yang masih mereka miliki.

Sang Bapak yang sepertinya tidak ingin ketinggalan memberikan wasiat pada saya melanjutkan dengan sebuah perkataan bersahaja, sehingga membuat takjub dibuatnya, "Selama kami masih memiliki sepiring nasi untuk berdua, segelas air untuk berdua, dan pakaian yang melindungi tubuh kami, insyaAllah kami tidak pernah mengeluh, dan buat apa pula bersedih karenanya".

============

Seyogyanya manusia harus selalu bersyukur dan merasa cukup dengan telah terpenuhinya kebutuhan dasar hidupnya, tanpa harus meminta-minta dari orang lain. Selayaknya lirik nasyid Suara Persaudaraan, yang memberikan pelajaran bagaimana hendaknya kita bersikap terhadap dunia:
"letakkanlah ditangan, agar siap ditinggalkan, tiada menjadi beban dalam kehidupan"

"Dan, barangsiapa merasa cukup dengan apa yang Allah berikan maka Allah akan mencukupkannya"
[Al Hadist]

Tidak ada komentar: