Pagi hari disekitar rumah tempat saya bermukim sekarang begitu menyenangkan, karena begitu banyak suara yang riuh rendah menyenangkan telinga. Dimulai dari kumandang adzan, bersambung kokok ayam, deretan burung yang berkicau di pepohonan kebun seberang, serta yang tak mau kalah eongan induk kucing memanjakan ketiga anaknya di depan rumah.
Tapi diantara itu semua ada juga satu suara sangkakala kebaikan yang asalnya bukan dari pengeras suara masjid. Sangkakala kebaikan tersebut biasa berbunyi antara jam delapan hingga sembilan pagi. "Toet...toet..toet.." bunyi tersebut menyerupai suara soang muda yang sedang menawarkan kegembiraan. "Toet..toet..toet..." suara tersebut berasal dari terompet roti yang ditiup dengan mulut oleh seorang lelaki paruh baya bernama Pak Andi. "Toet..toet...toet..." orang yang tengah merindu akan kehadirannya akan segera bergegas keluar, berharap masih kebagian sajian cinta yang dijajakan Pak Andi.
Pak Andi adalah seorang lelaki paruh baya penjual kue keliling di kampung kami. Berangkat sebelum shubuh dari rumahnya di pelosok Citeureup Bogor menuju pabrik kue di Cilangkap Depok, Pak Andi memanggul dagangannya hingga ke kampung kami di daerah Cibinong. Pernah ia bertutur bahwa total dalam sehari jarak yang ia tempuh memanggul dan berjalan kaki adalah lebih dari lima puluh kilometer jauhnya. "Toet...toet...toet..." ketika suara itu terdengar maka perut ini pun segera tak tahan untuk segera terisi sarapan.
"Toet..toet..toet.." Pak Andi jalannya cepat sekali, jika lengah maka hilanglah sudah kesempatan mendapat sarapan murah namun kaya nutrisi. Kue-kue yang dijajakan dalam panggulan Pak Andi dijual dengan harga amat bersahabat, maksimal lima ratus rupiah, sesuatu yang sulit didapat di kota yang serba mewah. Favorit saya adalah tahu sumedang yang ia timbun sajikan didalam keranjang panggulan, seribu rupiah dapat lima buah, rasanya uenak dan ukurannya besar merekah.
Pak Andi paling bersahabat terhadap anak-anak dan orang tua, seringkali berapapun rupiah kurang yang mereka bawa, Pak Andi akan tetap melayani dan memberikan kue kesukaan mereka. Saya pernah menyempatkan bertanya apa tidak rugi berjualan jika begitu caranya. Dengan logat khas sundanya Pak Andi menjawab "Rugi itu kalo enggak ada yang beli. Untung itu jika masih bisa berbagi". Eladhala ini orang, meski miskin namun masih mau berbagi.
"Toet...toet...toet..." sudah lebih dari seminggu ini suara itu tiada terdengar lagi. Rindu hati menyantap sajian kebaikan Pak Andi. Tidak biasanya suara itu absen selama ini, maksimal paling dua hari seperti bulan lalu. Semoga Pak Andi dalam kondisi yang sempurna, sehat wal afiat dan selalu berkeberkahan mulia. Sehingga sangkakala kebaikan itu "Toet...toet...toet..." akan berkumandang lagi dan menyenangkan kami yang merindukannya disini.
-aeplopyu [I Love U]-
-------------------------------
Ingin berbincang & bersama-sama guyu? Cukup klik kitik si burung biru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar