Kamis, 29 November 2012

Kedewasaan Memaafkan

Bercerita dan berbagai guyu untuk anak-anak akan selalu menjadi prioritas utama pelampiasan hobi inspirasi saya. Meskipun jarang mendapatkan imbal kesejahteraan yang sepadan dengan effort yang saya keluarkan, namun luar biasa hati ini begitu terpuaskan, karena mampu menikmati celoteh, kenakalan, dan tawa anthusiasme kala saya hadir untuk mereka.

Jangan salah, anak-anak adalah guru kehidupan terbaik kita lho. Sebagaimana yang saya dapati hari ini, ketika berbagi inspirasi di salah satu institusi pendidikan swasta di sekitaran kota Tangerang. Hari ini saya menginspirasi beberapa anak dengan kisaran usia antara sembilan hingga sepuluh tahun, fokus inspirasi saya adalah bagaimana mempersiapkan mereka menjadi remaja terbaik, seorang remaja yang memiliki nilai hidup PrestasiSempurna.

Salah satu materi yang saya sisipkan dalam pelatihan tersebut adalah bagaimana mereka harusnya berinteraksi dengan sesama, menghargai teman, dan menghindari praktek pelecehan anak atau yang kita kenal sebagai bullying. Salah satu tindak perilaku bullying yang marak dilakukan dikalangan anak seusia mereka adalah "stateran". Dimana pelaku akan menempelkan kaki di kemaluan temannya dan bergerak seraya sedang menekan gas kendaraan bermotor. Tindakan "stateran" amatlah bahaya karena selain akan melukai harga diri, hal tersebut juga mampu membuat trauma pada sistem reproduksi si korban.

Nah, menariknya ketika saya memaparkan terkait materi bullying "stateran" tiba-tiba seorang anak menangis  terisak sesenggukkan, sebut saja namanya Dewa (bukan nama sebenarnya). Saya berpikir ia menangis sampai sedemikian rupa dikarenakan karena dirinya merupakan korban bullying "stateran". Tapi teryata saya salah, Dewa menangis karena merasa menyesal selama ini dirinya merupakan pelaku bullying "stateran". Dia menyadari selama ini telah menjadi penjahat dan berdosa kepada teman-temanya.

"Teman-teman maafkan saya yah karena telah jahat sama kalian semua" pinta Dewa kepada teman-temannya. Namun ketika ada seorang peserta tidak memaafkannya Dewa menjadi sangat sedih dan menangis. Dewa begitu sedih karena ternyata apa yang dilakukannya menimbulkan dendam dan membuat teman tidak menyukainya. Namun berkat kegigihannya meminta maaf disertai air mata penyesalan yang berbeda jauh dengan air mata buaya, Dewa pun kembali tersenyum bahagia karena lepas dari beban kebersalahan dan mendapat maaf dari temannya tadi.

Meskipun masih anak-anak, apa yang dilakukan Dewa menunjukkan kedewasaan dalam meminta maaf. Kedewasaan meminta maaf itu dimulai dengan bersungguh-sungguh menyadari kesalahan, mengakuinya, tak malu ataupun gengsi untuk meminta maaf, kemudian segera melakukan langkah perbaikan nyata sebagai kompensasi atas kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan.

Apa yang dilakukan Dewa semoga menjadi tamparan ilmu kehidupan bagi kita yang pernah melakukan kesalahan tapi gengsi untuk meminta maaf. Atau bahkan kita harus belajar kepada temannya Dewa yang meski diawal sulit memaafkan, namun karena menghargai kesungguhan upaya akhirnya bersedia memaafkan dan membuka lembar baru persaudaraan. Jika Dewa yang anak-anak mampu menunjukkan kedewasaan, masa kita yang Dewasa malah terus-terusan menjadi kekanak-kanakan.

- aeplopyu dan maap-maapan yuk-
-----------------------------------------------
Ingin berbincang dan bersama-sama guyu? Cukup klik kitik si burung biru

Tidak ada komentar: